8.7.2021
Wawancara bersama Nathan Sentance

Wawancara bersama Nathan Sentance

Nathan “Mudyi” Sentance adalah seorang pustakawan, arsiparis dan penulis esai Wiradjuri yang besar di Negeri Darkinjung di kawasan Central Coast, Negara Bagian New South Wales.

Nathan bekerja untuk memastikan cerita-cerita rakyat First Nations yang diceritakan pada lembaga-lembaga budaya dan ingatan, seperti galeri, perpustakaan, arsip dan museum diceritakan oleh dan berada dibawah kendali orang-orang First Nations. Ia pernah bekerja di Museum Australia dan Perpustakaan Negara Bagian New South Wales, merupakan peserta program 2017 NGA Indigenous Arts Leadership dan sebelumnya adalah pelaksana Australian Society of Archivists, Aboriginal and Torres Strait Islander Special Interest Group. Nathan merupakan anggota Indigenous Archives Collective, dan penulis blog Archival Decolonist, dimana ia memiliki tujuan meluruskan bias dan misinterpretasi atas kebudayaan dan masyarakat Aborigin yang sebelumnya telah ditentukan oleh lembaga-lembaga GLAM (Galleries, Libraries, Archives and Museums. Galeri, Perpustakaan, Arsip dan Museum).


Arsip, terlepas dari bentuknya, merupakan sumber untuk pembentukan ingatan dan penyebaran pengetahuan, dan karenanya merupakan suatu alat yang kuat. Bagaimana suatu arsip disajikan dan dibuat terjangkau dapat menentukan bagaimana pemahaman umum terhadap suatu komunitas, sejarah, dan budaya. Tidak ada yang lebih memahami hal ini daripada komunitas masyarakat asli Australia. Dalam blognya, Archival Decolonist, Nathan Sentance, seorang pria beretnis Wiradjuri dari klan Mowgee aktif mengekspos dan mengkritik lembaga-lembaga GLAM Australia, dan akibat-akibat dari klasifikasi dan analisis kolonial terhadap masyarakat dan kebudayaan Masy Australia, di masa lalu dan di masa kini.

Dalam percakapan kami dengan Nathan, ia membahas pengalaman pribadinya di dalam sektor GLAM di Australia dan pemahamannya atas peran arsip dan arsiparis masa kini. Nathan adalah pendukung kuat atas “pengaktifan” atau interaksi dengan arsip, untuk memungkinkan isi arsip untuk dapat diakses oleh komunitas-komunitas yang terwakili di dalamnya, dan untuk dapat diinterpretasikan kembali oleh generasi baru, baik dari kalangan seniman maupun khalayak umum. Intervensi artistik atas arsip memiliki potensial untuk membuka cakrawala-cakrawala baru dan memperkenalkan perspektif-perspektif baru pada sejarah-sejarah yang dipandang telah selesai atau tidak berkaitan dengan kehidupan di masa kini

Arsip dan rekaman-rekaman film yang ditemukan memiliki tujuan yang jelas untuk merekontekstualisasikan dan merumuskan ulang isi dari suatu arsip atau koleksi video. Proyek instalasi video empat saluran yang digagas oleh Sipakatuo merupakan karya yang diciptakan dari arsip video DSTV. Sejak berdiskusi dengan Nathan, kami memperoleh apresiasi yang lebih dalam terhadap arsip sebagai suatu alat potensial untuk menciptakan misinterpretasi dan prasangka. Percakapan ini membantu kami menyempurnakan visi kami untuk karya video kami, mendorong kami untuk mempertimbangkan kedudukan kami dalam kaitannya dengan materi arsip dan cara terbaik untuk mewakili dan terlibat dengan mereka yang membuat arsip tersebut dari awal. 

Kami ingin berterimakasih kepada Nathan atas keterbukaannya dan kesediaannya menyediakan waktu untuk berbicara dengan kami.

Sam: Apakah yang membuat anda tertarik pada bidang GLAM (Galleries, Libraries, Archives, Museums; Galeri, Perpustakaan, Arsip, dan Museum)?

 

Nathan: Menurut saya ini adalah adalah suatu sektor yang penting untuk digarap. Tapi utamanya, saya sejujurnya bisa dikatakan terjerumus ke dalamnya. Saya dulu bekerja di Dewan Tanah Aborigin Lokal Darkinjung, dan mereka membutuhkan catatan-catatan kerja mereka diarsipkan. Jadi mereka memiliki arsiparis profesional untuk melakukan itu, dan saya bekerja sebagai asisten arsiparis, yang mana sangat keren karena itu adalah arsip komunitas. 

Kemudian karena itu, saya sesungguhnya sangat beruntung dapat menjadi kadet di Perpustakaan Negara di New South Wales yang merupakan perpustakaan tertua di Australia. Tapi pekerjaan tersebut benar-benar dengan cepat menunjukkan kepada saya bagaimana arsip-arsip besar, sebagian besar arsip negara yang tertata sangatlah bersifat kolonial dan memiliki latar belakang penjajahan. Mereka sangatlah berdasar pada catatan negara. Banyak catatan negara, terutama catatan mengenai orang-orang Aborigin dan Penduduk Pulau-Pulau Selat Torres didasarkan pada pengawasan, sehingga banyak pengetahuan Aborigin yang terdapat pada arsip pada dasarnya berasal dari pengawasan para antropolog, sebagian besar pejabat negara, terutama pada masa "Perlindungan", seperti Stolen Generations. Jadi saya ingin bekerja di dalam sana untuk mengusahakan dekolonisasi arsip-arsip tersebut, untuk menghilangkan jejak kolonialisme yang telah tertanam dalam pada mereka. 

Dalam bidang Sejarah, arsip dianggap sebagai salah satu sumber utama, jadi orang-orang pergi ke Perpustakaan dan Arsip milik negara di New South Wales dan menggunakannya untuk menulis buku sejarah atau melakukan penelitian sejarah. Ini adalah sejarah yang sangat berat sebelah dan meskipun mungkin ada sejarah First Nations di sana, sejarah tersebut biasanya ditulis oleh orang-orang non-Aborigin yang berbicara tentang masyarakat Aborigin. Bahkan dalam kasus orang non-Aborigin yang bermaksud baik, mereka terkadang menyederhanakan kebudayaan Aborigin, cara pandang mereka memengaruhi bagaimana mereka menulis tentang orang Aborigin, dan itu memengaruhi bagaimana penggambaran dan keterwakilan orang Aborigin dalam sejarah. Jadi saya hanya ingin memberdayakan representasi diri masyarakat Aborigin. Itulah yang saya lakukan sampai sekarang di Museum Australia, tempat saya bekerja sekarang. Saya mencoba mengerjakan sebuah konsep yang disebut The Right to Reply, Hak untuk Membalas, yaitu membuat orang Aborigin memberi balasan atas catatan-catatan yang ada dan memberikan tanggapan agar suara mereka diperhatikan dengan cara yang sama seperti arsip-arsip tersebut diperhatikan.

Saya pikir sesuatu seperti arsip yang sedang Anda kerjakan sangat keren karena itu semacam arsip pribadi, tetapi juga merupakan arsip komunitas, dan arsip komunitas juga memiliki kekuatan tersebut. Beberapa tahun yang lalu, saya cukup beruntung diundang untuk berbicara di Inggris dan ketika saya berada di Inggris, saya diundang ke arsip masyarakat Kulit Hitam Inggris. Mereka memulai arsip itu di tahun 70-an ketika mereka mulai memperjuangkan kesetaraan hak serta penentangan terhadap upah yang rendah dan diskriminasi yang dihadapi di tempat-tempat seperti Brixton, yang dihadapi diaspora Karibia. Mereka mulai memprotes untuk memperoleh keadaan hidup yang lebih baik, hak-hak yang lebih banyak. Ketika mereka melakukan itu, mereka menemukan bahwa surat-surat kabar hanya menyebut mereka sebagai perusuh dan aksi-aksi mereka sebagai biang keonaran. Jadi mereka memulai arsip itu setelah itu untuk mengatakan "Yah, tidak ada orang lain yang akan menceritakan sejarah kami dengan benar atau bahkan menceritakannya sama sekali, jadi kami sendirilah yang akan menceritakannya". Itulah yang menarik dari arsip komunitas tersebut, penceritaan sejarah tersebut. Mereka sering muncul dengan sangat organik, seperti kumpulan hal-hal yang mulai dikumpulkan oleh orang atau keluarga tertentu selama bertahun-tahun, dan mereka mungkin tidak dengan sengaja hendak mencoba menanggapi sejarah kolonial atau narasi kolonial, tetapi hanya ingin menegaskan dan menceritakan cerita mereka sendiri, mereka seperti itu.

Saya ingin bekerja di dalam sana untuk mengusahakan dekolonisasi arsip-arsip tersebut, untuk menghilangkan jejak kolonialisme yang telah tertanam dalam pada mereka.

Sam: Arsip-arsip yang sedang kami kerjakan ini, seperti yang Anda katakan, tidak pernah dimaksudkan sejak awal untuk menjadi sebuah arsip. Hanya kebetulan saja [Victor] terus membuat video dan kemudian dia dipekerjakan untuk membuat video dan merekam upacara-upacara dan kegiatan sosial setempat. Video-video ini kemudian disimpan berdampingan dengan beberapa rekaman pribadinya. Dan kemudian intervensi kami telah menjadikannya sesuatu yang mungkin bukan merupakan maksud awalnya. Apa yang dapat Anda katakan tentang intervensi semacam ini?

 

Nathan: Intervensi-intervensi semacam itu menghidupkan arsip. Salah satu permasalahan yang dihadapi arsip-arsip yang berada pada lembaga-lembaga besar adalah arsip-arsip tersebut menjadi arsip untuk kepentingan pelestarian dan bukan untuk interaksi. Mereka perlu diinteraksikan, mereka perlu menjadi bernilai bagi orang-orang, mereka perlu ditafsirkan ulang, direaksikan. 

Saya menulis ulasan untuk sebuah buku yang diterbitkan beberapa tahun lalu berjudul Archival-Poetics oleh Natalie Harkin, seorang penyair Aborigin dari Australia Selatan. Dia berbicara tentang pengalamannya mencoba untuk melihat hal-hal seperti sejarah keluarga melalui arsip, dan dia memiliki tanggapan yang puitis terhadap hal tersebut. Dia mengambil kutipan-kutipan dari arsip dan menempatkannya di bukunya untuk menceritakan kisah keluarganya. Seniman lainnya adalah seniman Aborigin Queensland bernama Judy Watson, ia melakukan karya seni ini di mana ia membuat X raksasa dengan salinan pindaian catatan arsip yang berbicara tentang pembantaian yang terjadi pada orang-orang Aborigin di Queensland. Jadi, hal-hal semacam ini menghidupkan arsip dan menarik orang kepada cerita-cerita yang terkandung di dalam arsip-arsip ini. 

Akan tetapi, sebagai seseorang yang bekerja di bidang Sejarah, salah satu hal yang selalu saya khawatirkan adalah ketika saya berbicara tentang Sejarah, saya khawatir orang-orang menganggapnya hanya sebagai sesuatu yang terjadi di masa lalu padahal ia juga merupakan bagian dari masa kini kita. Saya pikir intervensi kearsipan dan tanggapan-tanggapan artistik memberikan kontekstualisasi pada Sejarah sehingga orang-orang dapat memahaminya dalam konteks dewasa ini dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan mereka secara pribadi, atau dengan dunia tempat mereka tinggal atau perspektif yang tidak mereka ketahui tetapi ada dalam dunia tempat mereka berada.

 

Sam: Siapa nama seniman yang anda sebut pertama tadi?

 

Nathan: Natalie Harkin. Dia juga membuat salinan catatan arsip dan telah membuat tenunan dengan mereka. Dia membuat berkas-berkas tersebut sedemikian rupa sehingga dia bisa menenun keranjang dan sejenisnya, jadi dia membuat objek artistik fisik dengan menggunakan catatan arsip. 

Dan kemudian ada juga orang seperti Joan Ross, yang bukan penduduk asli, tapi dia membuat karya-karya seni di mana dia memperoleh lukisan-lukisan kolonial yang sekarang ini sudah tidak lagi memiliki hak cipta dan dia membuat sejumlah karya video dengan mereka di mana dia menambahkan hal-hal seperti binatang yang memakan para kolonis dan hal-hal semacam itu. Jadi mereka ini semacam intervensi kearsipan karena meskipun lukisan-lukisan kolonial tersebut adalah karya seni, mereka tetap dapat dianggap sebagai suatu arsip. Dan orang-orang akan melihat lukisan-lukisan dari era permulaan Australia itu sebagai catatan mengenai kehidupan awal di Australia. Jadi dia bermain-main dengan itu.

 

Sam: Ada sejarah yang cukup kuat dalam pembuatan film dan budaya pervideoan dalam mempergunakan kembali rekaman-rekaman lama yang ditemukan. Saya tidak begitu akrab dengan yang terjadi di media lain seperti lukisan atau tenunan.

 

Nathan: Saya suka dengan ide menciptakan arsip yang, sekali lagi, seperti yang saya katakan, memungkinkan tindakan-tindakan yang menghidupkan mereka, tetapi juga partisipatif. Saya menyukai gagasan bahwa arsip tidaklah statis, bahwa mereka selalu berkembang dan bahwa orang-orang dapat mengambil bagian dalam evolusi mereka, tidak hanya dengan sekedar melihat mereka tumbuh, tetapi juga menghidupkannya, merekontekstualisasikannya, menafsirkannya kembali, tidak hanya berbicara tentang mengapa mereka secara historis penting, tetapi mengapa mereka penting bagi kita di masa sekarang.

Saya pikir intervensi kearsipan dan tanggapan-tanggapan artistik memberikan kontekstualisasi pada Sejarah sehingga orang-orang dapat memahaminya dalam konteks dewasa ini dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan mereka secara pribadi, atau dengan dunia tempat mereka tingga.

Sam: Pameran yang sedang anda ikuti sekarang, ‘Unsettled’, dapatkah anda mengatakan bahwa ia adalah bagian dari niatan ini, suatu perluasan dari keinginan anda untuk melakukan hal tersebut?

 

Nathan: Iya, tentu saja. Kami memperoleh dana untuk 'Unsettled' pada awalnya karena 2020 akan menjadi peringatan 250 tahun kedatangan James Cook ke Pantai Timur Australia. Jadi, banyak lembaga-lembaga besar melakukan sesuatu yang berkaitan dengan James Cook dan perjalanan Endeavour tersebut. Kami di Museum Australia menyadari bahwa apa pun yang Anda lakukan akan menjadi kontroversial, jadi saya pikir untuk mengurangi kontroversi tersebut, sebaiknya izinkan tim dari kalangan First Nations untuk mengambil alih. 

Seorang kurator First Nations, Laura McBride, yang bekerja dengan saya terkhususnya, mengatakan bahwa dia hanya akan melakukannya jika kami dapat diberikan waktu enam bulan untuk berkonsultasi. Jadi, kami harus berbicara dengan sekitar 805 orang Aborigin dan Penduduk Pulau-Pulau Selat Torres. Kami bertanya kepada mereka “Apa yang ingin kalian lihat di pameran tersebut? Apa yang tidak ingin kalian lihat? Apa pendapat Anda tentang Museum Australia? Apa pendapatmu tentang James Cook?” Dari sana, kami membangun pameran berdasarkan 805 tanggapan tersebut. 

Saya sendiri memiliki banyak keraguan tentang melakukan pameran tersebut. Saran pertama yang muncul tentang melakukan pameran Aborigin pada perjalanan Endeavour adalah untuk berfokus pada kesenian Aborigin yang sangat anti-Cook. Ada seniman-seniman hebat yang telah bekerja dengan ikonografi Cooks, orang-orang seperti  Jason Wing yang menempatkan Balaklava di atas patung Cooks. Ada Michael Cook, yang telah membuat banyak potret dirinya sebagai Cook. 

Ada orang yang mempermainkan kebanggaan dengan ikonografinya, tetapi saya khawatir itu akan memusatkan Cook dan dia akan tetap menjadi titik fokus utama. Itu adalah salah satu kekhawatiran saya, dan kekhawatiran saya yang kedua dengan pameran tersebut adalah bahwa jika kita benar-benar menunjukkan pandangan negatif terhadap Cook. Saya khawatir orang-orang yang mungkin bersimpati pada tujuan-tujuan yang kita bicarakan masih akan memikirkan Cook dan tindakannya seperti di masa lalu. Mereka akan berpikir seperti "Oh, ya, kolonisasi, itu sangat buruk" tetapi mereka tidak akan mengaitkannya dengan keadaan dewasa ini. Jadi, saya sangat senang bahwa dalam konsultasi-konsultasi yang kamil kaukan, warisan kolonisasi banyak muncul. Banyak yang menjawab pertanyaan “Apa yang ingin kalian lihat di pameran tersebut?” dengan mengatakan hal-hal seperti Stolen Generations, pembantaian, kasus-kasus kematian dalam tahanan dewasa ini dan penahanan atas penduduk asli, yang semuanya secara teknis tidak melibatkan Cook secara fisik, tetapi apa yang Cook dan kegiatan-kegiatan ini wakili. Itu adalah awal dari efek flow-on. Saya sangat senang bahwa hal tersebut menjadi bagian dari pameran, dan itulah yang kami fokuskan.

Ada satu hal yang harus saya kerjakan, kami mendapat banyak artikel surat kabar tentang orang-orang Aborigin yang menunjukkan sejarah rasisme dan representasi rasis di surat kabar. Kami melakukannya dengan artikel dari awal 1800-an hingga 2020. Semua artikel ini menunjukkan kelanjutan dari hal tersebut. Ini juga termasuk bermain-main dengan arsip. Kami mengumpulkan semua informasi ini sehingga orang-orang dapat melihat bahwa ini bukan cuma satu artikel rasis, tetapi banyak artikel-artikel rasis yang kesemuanya disatukan. Kami menafsirkan ulang sumber-sumber ini. Saya baru saja menggunakan Trove, situs web surat kabar, melalui situs web Perpustakaan Nasional untuk itu. Dengan 'Unsettled' kami benar-benar mencoba untuk menghubungkan semuanya dengan keadaan dewasa ini dan menafsirkan ulang banyak koleksi kami. 

Kami memiliki koleksi Aborigin dan Pulau-Pulau Selat Torres yang sangat besar, tetapi sebagian besar didasarkan pada penelitian antropologis, dan cara penyajiannya adalah melalui penelitian antropologis. Untuk pengerjaan pameran ini, kami berkolaborasi dengan banyak kelompok masyarakat First Nations dan mencoba mengajak mereka untuk menginterpretasikan ulang koleksi-koleksi tersebut, memeriksanya kembali dan menghubungkannya kembali dengan kisah-kisah pribadi mereka, sehingga kami bisa membagikan kisah-kisah pribadi tersebut dan mengatakan bahwa apapun objek koleksi tersebut, ia penting bukan hanya karena ada dalam koleksi Museum Australia, tetapi juga karena ia terhubung dengan orang-orang yang yang masih ada sampai sekarang dan kebudayaan mereka yang hidup. Jadi kami berusaha melakukan hal-hal seperti itu untuk pameran 'Unsettled', kami mencoba membuat koleksi kami dapat diakses, tetapi juga menceritakan kisah-kisah tertentu dengan koleksi yang tidak dirancang untuk itu. 

Salah satu masalah yang kami miliki adalah koleksi-koleksi kami dirancang berdasarkan keinginan antropologis atau penelitian antropologis, yang fokusnya sangat sempit. Para arkeolog dan antropolog menyebut budaya kami sebagai "prasejarah", yang cukup menyinggung, dan mereka memiliki gagasan bahwa kami sebagai orang-orang yang biadab. Jadi, mereka mengumpulkan banyak amunisi untuk membenarkan teori tersebut. Budaya kami tidak secara alamiah berbicara tentang ketahanan dan kelangsungan hidup kaum First Nations. Tapi ia bisa menceritakan kisah-kisah itu. Kami hanya perlu menghubungkan kembali objek koleksi kami dengan anggota-anggota komunitas sehingga kisah-kisah ini bisa diceritakan.

 

Sam: Jadi, seperti apakah sebenarnya proses ini, intervensi terhadap materi-materi arkeologis, antropologis, kolonial ini? Bagaimana anda mereinterpretasikannya sehingga berpusat pada suara masyarakat First Nations?

 

Nathan: Dalam beberapa kasus, memang cukup sulit, dan dalam sejumlah kasus lainnya, justru sangat mudah, jadi ini benar-benar soal memikirkan bagaimana menghubungkan materi-materi tersebut tersebut kembali ke wilayah asalnya dan menghubungkannya dengan komunitas dari wilayah tersebut, dan kemudian menanyakan pada mereka apa pandangan mereka terhadap materi ini. Beberapa dari cerita-cerita tersebut bisa sangat kompleks dalam pengetahuan First Nations. Seperti pentingnya bagaimana benda-benda menghubungkan ilmu klimatologi Aborigin atau spiritualitas Aborigin dan hal-hal semacam itu. Di lain waktu, itu hanyalah cerita-cerita pribadi perorangan. Saya ingat kakek saya membuat sperisai. Kami tidak pernah belajar cara membuat perisai karena kami dibawa ke Misi. Seperti itu. 

Tantangannya, tentu saja, adalah tentang menghormati kekayaan intelektual dan budaya asli. Bagaimana kita bisa menceritakan kisah-kisah tersebut tanpa mencoba mengklaim kepemilikan atas mereka? Kami masih belum sampai di tahap tersebut, kami masih berusaha mengerjakannya. Kami mencoba untuk mendapatkan semacam perjanjian lisensi yang sangat adil. Saya memikirkan Powerhouse Museum di Sydney, yang saya pikir sekarang disebut sebagai Museum of Applied Arts and Sciences, saya pikir museum tersebut sudah jauh lebih baik. Mereka memiliki perjanjian ini di mana mereka sekarang meminjam warisan budaya masyarakat. Sehingga komunitas-komunitas adat dapat mengambil kembali izin yang telah mereka berikan untuk benda-benda cagar budaya ini sehingga mereka dapat kembali ke komunitas mereka kapan saja bersama cerita yang mereka sediakan. 

Itulah beberapa tantangan yang harus kami hadapi serta memastikan bahwa anggaran kami dapat memberikan kompensasi yang adil kepada orang-orang Aborigin dan Penduduk Pulau-Pulau Selat Torres. Beberapa komunitas telah mengalami begitu besar pengambilan atas milik mereka sehingga pengetahuan mereka, kisah-kisah mereka adalah beberapa dari sedikit hal yang mereka miliki untuk diri mereka sendiri yang harus kita hormati. Mereka terkadang memang ingin menjangkau khalayak yang lebih luas, tentu bukan hanya kami yang ingin bercerita. Komunitas tersebutlah yang mungkin ingin cerita-cerita ini sampai ke khalayak yang lebih luas. Tetapi pada saat yang sama, kita perlu menghormati nilai warisan tersebut dan kita perlu menghormatinya secara finansial.

 

Sam: Tampaknya seperti sebuah langkah besar untuk sebuah sektor yang berasal dari sistem kolonial abad ke-19.

Ini benar-benar soal memikirkan bagaimana menghubungkan materi-materi tersebut tersebut kembali ke wilayah asalnya dan menghubungkannya dengan komunitas dari wilayah tersebut.

Afifah: Saya ingin membahas kembali soal sektor GLAM, jika diperkenankan, karena saya benar-benar tidak mengerti mengenai keseluruhan sejarah kolonialisme di Australia, meskipun saya sangat ingin mempelajari lebih lanjut tentang hal tersebut. Saya tahu pekerjaan Anda mencakup memastikan narasi orang-orang First Nations tersampaikan secara otentik dan dikendalikan oleh mereka dalam lembaga-lembaga kebudayaan seperti museum dan arsip. Bisakah Anda berbicara tentang representasi masyarakat adat di sektor GLAM saat ini di Australia? Istilah sektor GLAM sejujurnya merupakan hal baru bagi saya, karena di Indonesia kami tidak memiliki lembaga arsip dan galeri museum semacam itu.

 

Nathan: Tergantung pada tiap-tiap institusi. Saya pikir arsip, perpustakaan dan museum tampaknya merupakan tempat-tempat yang lebih tertantang karena mereka memiliki lebih banyak koleksi sejarah dan sebelumnya telah mengumpulkan barang-barang dan bahan-bahan yang sangat timpang pada satu sisi. Saya pikir galeri seni situasinya sedikit lebih baik. Tapi saya tahu mereka juga memiliki tantangan dengan penggambaran First Nations. 

Sebelumnya, banyak pameran First Nations dibuat oleh kurator kulit putih sehingga merekalah yang akan bercerita. Ada sejumlah masalah dengan itu di mana kebohongan akan ditulis tentang orang Aborigin. Misalnya, dalam salah satu artikel pada majalah Museum Australia di tahun 1921 yang ditulis oleh salah satu antropologis utama kami saat itu menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan Aborigin memiliki kemampuan pikir laiknya anak kecil dan menyiratkan bahwa orang Aborigin secara intelektual lebih rendah. Selain salah, hal semacam itu merusak karena Museum Australia adalah museum tertua di Australia dan kami memiliki salah satu departemen antropologi terkuat sehingga dia dianggap sebagai ahli tentang orang-orang Aborigin. 

Itulah salah satu hal yang kami coba runtuhkan sekarang, dan jalan untuk hal tersebut masih panjang, tetapi kami mencoba mendobrak gagasan bahwa orang-orang di luar komunitas kami dapat menjadi ahli di komunitas kami. Mereka dapat membawa keterampilan ke dalam komunitas kami dan menjadi kolaboratif. Ada banyak inisiatif yang sangat kolaboratif, ada arkeolog-arkeolog non-aborigin yang bekerja sangat erat dengan komunitas Aborigin untuk memastikan bahwa penelitian yang mereka lakukan bermanfaat bagi semua orang di mana sebelumnya penelitian lebih hanya untuk kepentingan para antropolog dan arkeolog, tanpa ada kekhawatiran tentang hasilnya pada masyarakat Aborigin dan apa dampaknya terhadap orang-orang Aborigin. 

Mempertimbangkan contoh tahun 1921 itu, pada masa yang sama kami memiliki kebijakan Era Perlindungan, yang mengakibatkan terjadinya Stolen Generations, di mana anak-anak Aborigin diambil dari orang tua mereka dan ditempatkan di institusi-institusi Misi gereja. Jadi, jika Anda hanya orang biasa non-Aborigin di Australia pada waktu itu dan Anda membaca bahwa pria dan wanita Aborigin memiliki kemampuan intelektual laiknya anak-anak dan pada saat yang sama mendengar bahwa anak-anak Aborigin diambil dari orang tua mereka, Anda mungkin tidak akan marah tentang itu. Anda akan berpikir bahwa hal tersebut dapat dibenarkan. Itu memang memiliki efek mengalir di mana hal-hal yang terjadi di museum dan masalah penggambaran memengaruhi kebijakan dan memengaruhi cara orang melihat kami dan apa yang mereka pikirkan tentang kami. 

Penggambaran orang-orang Aborigin yang hidup di komunitas-komunitas terpencil selalu berupa kemiskinan yang parah dan kehidupan rumah tangga yang mengerikan, dan karena itu, ada banyak kebijakan pemerintah yang mengintervensi kehidupan orang Aborigin di mana mereka tidak mengintervensi kehidupan orang lain. Di Northern Territory, komunitas Aborigin adalah tempat pertama mereka menguji Basics Card, jadi jika Anda mendapatkan subsidi pemerintah dalam bentuk apa pun, pemerintah pada dasarnya dapat mengontrol subsidi itu atau uang tunai yang Anda terima dari mereka, dengan cara cara yang sangat mikro. 

Itulah salah satu hal yang kami coba lakukan di sektor GLAM, kami mencoba memastikan bahwa orang-orang dapat mendengar beragam suara terkait sejarah. Saya juga mencoba membuat pengetahuan Aborigin lebih dikenal karena banyak pengetahuan Aborigin yang sangat berkaitan dengan iklim dan dengan keberlanjutan. Dengan bagaimana keadaan hal-hal tersebut sekarang ini, sebagian dari pengetahuan itu dapat berguna dalam menghadapi masa depan atau mempertimbangkan bagaimana kita menimbulkan dampak pada lingkungan dan bagaimana kita bisa menjadi lebih baik.

 

Afifah: Saya membaca artikel di blog Anda mengenai topik objektivitas dan mitos netralitas di sektor GLAM, dan saya juga membaca artikel dari Archivist Magazine Australia. Saya sangat tertarik dengan mitos netralitas dan objektivitas yang ada di sektor GLAM ini. Bisakah Anda menjelaskan tentang hal ini?

 

Nathan: Sekarang sudah tidak seburuk dulu, tapi ketika saya pertama kali mulai bekerja di perpustakaan, ketika saya mulai belajar menjadi pustakawan, salah satu hal yang diajarkan kepada saya adalah bagaimana pustakawan harus bersikap netral serta bagaimana perpustakaan ada dan harus netral. Pada saat itu saya tidak dapat memikirkan mengapa kupikir saya ini aneh, tetapi ketika saya menjadi semakin terlibat dalam ruang-ruang itu, saya menjadi paham mengapa saya pikir itu tidak mungkin. 

Pertama, saya pikir museum, galeri, arsip, semuanya dibuat dan diatur oleh orang-orang dengan bias yang melekat dan warisan mereka tidak memiliki efek netral. Menghapus sejarah Aborigin bukanlah hal yang netral, tetapi itulah yang telah dilakukan museum selama berabad-abad. Orang-orang mengatakan bahwa usaha untuk berbicara mengenai permasalahan kaum Aborigin merupakan suatu aktivisme atau advokasi politik. Saya mengatakan di blog saya, hal-hal seperti pohon Djab Wurrung di Victoria, karena mereka memiliki begitu banyak warisan budaya yang melekat pada mereka dan sangatlah penting bagi sejarah, museum dan arsip dan perpustakaan kita. Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka peduli dengan sejarah, seharusnya mengadvokasi keselamatan mereka dan menganggap mereka sebagai sesuatu yang suci. 

Tetapi sekali lagi, orang akan mengatakan bahwa sebagai sebuah badan pemerintah, kita tidak boleh terlibat dalam masalah politik. Bagi banyak orang Aborigin, masalah-masalah pribadi adalah masalah politik, jadi bagi orang Aborigin, sulit untuk berada dalam organisasi GLAM dan bersikap netral. Beberapa hal yang kita diminta untuk bersikap netral sebenarnya mempengaruhi kita. Seperti pemenambangan di tanah ulayat kami dan hal-hal semacam itu mempengaruhi kami sehingga sulit untuk bersikap netral. Ketika saya mulai menjadi pustakawan, ini adalah salah satu hal yang sangat saya anjurkan. 

Di museum, ada lebih banyak advokasi dalam sains, karena sains memulai banyak informasi yang salah tentang orang Aborigin yang dianggap objektif atau benar. Ketika berbicara dengan para ilmuwan, mereka memiliki pandangan yang sangat sempit tentang sains yang mana mungkin merupakan pencarian kebenaran, mereka akan bertindak seolah-olah penelitian ilmiah benar-benar tidak bias, dibuat dalam kehampaan total. Saya berbicara dengan seseorang hari ini yang bekerja di herbarium, yang seperti museum tanaman, dan dia mengatakan bahwa dia mengakui bahwa pengetahuan masih diproduksi secara budaya, bahwa pengetahuan masih diproduksi melalui lensa budaya tertentu dan hal tersebut mempengaruhi informasi ilmu pengetahuan. 

Saya tidak berpikir itu hal yang buruk, saya hanya berpikir bahwa kita hanya perlu mengakuinya sehingga kita dapat memikirkan suara siapa yang hilang dari diskusi itu atau bagaimana informasi yang berpotensi bias dapat mempengaruhi komunitas atau orang tertentu. Apa yang hilang dari informasi kami? Saya pikir kita harus menyatakan bahwa kita tidaklah netral dan objektif dan bersikap biasa-biasa saja dengan hal tersebut dan hanya mengatakan dari mana kita berasal, dan mengatakan ketika melakukan penelitian “Ini adalah latar belakang saya, dan ini dapat mempengaruhi bagaimana penelitian saya dilakukan . Saya mencoba yang terbaik dari kemampuan saya untuk bebas dari bias, tetapi saya tahu itu tidak mungkin.” Dalam terminologi ilmu sosial, mereka menyebutnya positionality. 

Sebagai orang Aborigin, kami melakukannya secara alami, itu salah satu hal pertama yang kami bicarakan ketika kami bertemu, Anda berbicara tentang dari mana Anda berasal. Hal tersebut cukup umum dengan banyak penduduk etnis Asli, saya tahu banyak orang Maori bertanya dari mana Anda berasal, dan kami juga melakukannya. Seperti, "Apa kabar, siapa kaummu?". Ini hanya cara untuk menanyakan dengan siapa Anda terkait dan mencari tahu bagaimana kita terhubung satu sama lain. Ini juga merupakan cara untuk mengetahui pengaruh Anda. 

Saya pikir museum harus terang-terangan dengan hal itu. Kami sudah mencoba melakukannya dengan lebih di museum di mana kami menyebutkan siapa yang menulis teks pameran. Dengan cara itu kami memastikan orang-orang menyadari bahwa teks pameran ini ditulis oleh seseorang yang, tentu saja, bisa salah, bukan ditulis oleh institusi museum, yang memberikan banyak otoritas karena banyak orang mempercayai museum dan mempercayai institusi-institusi besar. Kita harus mewaspadai seberapa besar otoritas dan kekuasaan yang dimiliki, tetapi juga mencoba dan membuat pengunjung institusi-institusi kami untuk berpikir lebih kritis. Ini bukanlah untuk membuang institusi dan mengatakan semua yang mereka lakukan adalah omong kosong kolonial atau sampah kolonial, tetapi hanya untuk melihat mereka dan memikirkan suara siapa yang hilang, siapa yang menceritakan kisah ini, mengapa mereka menceritakannya dan agenda apa yang mungkin mereka miliki? Jadi ini hanyalah literasi kritis umum dan keterlibatan kritis dan sebagainya.

 

Sam: Menurut Anda, bagaimana penerapan Posisionalitas mengubah tanggung jawab dan aktivitas seorang arsiparis baik dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam gambaran yang lebih besar?

 

Nathan: Saya pikir hal tersebut membuat mereka mempertanyakan beberapa hal. Banyak arsiparis di Australia akan melakukan hal-hal seperti menganggap bahasa default adalah bahasa Inggris, tetapi beberapa materi ini berasal dari komunitas yang berbeda-beda. Mereka melayani segala komunitas yang berbeda-beda. Jadi mungkin perlu untuk menjadi seorang multilingual atau mempertimbangkan menggunakan bahasa lain. 

Mempertimbangkan posisionalitas membuat Anda menyadari potensi-potensi bias. Anda harus mencarinya, mempertimbangkan praktik-praktik yang selalu dilakukan dan mempertimbangkan bagaimana praktik-praktik tersebut berpotensi menjadi eksklusif, seperti, katakanlah, dengan bahasa. Sebelumnya di perpustakaan-perpustakaan, Sistem Desimal Dewey adalah sistem organisasi perpustakaan yang paling menonjol di hampir seluruh dunia. Dalam Sistem Desimal Dewey, cerita Aborigin berada dalam kategori 398, yaitu Mitos dan Legenda Australia. Tapi cerita penciptaan Aborigin adalah kepercayaan spiritual Aborigin. Tidak ada kepercayaan spiritual lain yang dianggap sebagai mitos dan legenda, bukan? Bagian agama terletak [ada angka 200-an, 200 hingga 289 membahas semua subset Kekristenan yang berbeda-beda , dan 290 hingga 299 membahas semua agama lain, jadi ini menunjukkan tentang bias Kristen dalam Sistem Desimal Dewey. Banyak arsiparis atau pustakawan tidak menyadarinya. Berbicara lebih blak-blakan tentang posisionalitas membuat mereka sedikit lebih sadar akan hal itu. 

Tentu saja, masih ada lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan selain itu, tetapi saya pikir itu membantu mereka melihat di mana mereka bisa seperti "cara kita melakukan sesuatu mungkin menguntungkan saya, tetapi saya bukan orang yang default." Saya kebanyakan berbicara tentang arsip dan pustakawan kulit putih berbadan sehat. Itu membuat mereka mempertimbangkan bagaimana sistem yang berbeda dibangun untuk orang-orang seperti mereka dan karenanya berpotensi menjadi sesuatu yang eksklusif bagi mereka.

Pikirkan suara siapa yang hilang, siapa yang menceritakan kisah ini, mengapa mereka menceritakannya dan agenda apa yang mungkin mereka miliki?

Afifah: Aku ingin menjelaskan kepada Nathan ide tentang adat di Indonesia, dan identitas budaya di Indonesia. Gagasan identitas budaya di Indonesia sangat kompleks karena keberagaman Indonesia. Kami memiliki ratusan kelompok etnis dan sub-etnis, dan banyak dari kami berasal dari berbagai campuran dari mereka. 

Misalnya, saya tinggal di Makassar. Makassar adalah sebuah kota di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Di Sulawesi Selatan sendiri ada beragam daerah. Dari orangtua dan nenek moyang mereka, ayah saya berasal dari daerah yang disebut Sidrap, dan Ibu saya berasal dari daerah yang disebut Bone. Tetapi saya besar dan menjalani seluruh hidup saya di Makassar seperti halnya orang tua saya. Di Indonesia, jika kami tumbuh, katakanlah, di perkotaan, kami mengidentifikasi diri kami sebagai orang kota. Jadi ada semacam krisis identitas. Jadi ketika ditanya, seperti, bagaimana Anda mengidentifikasi etnis Anda, saya hanya akan mengatakan "ayah saya dari Sidrap, jadi saya orang Sidrap." Tapi saya tidak tahu bagaimana berbicara dalam bahasa Bugis yang diucapkan oleh orang Sidrap. Tapi saya mengidentifikasi diri saya sebagai orang Sidrap karena ayah saya. Tapi ketika berkaitan dengan masalah keadatan, saya sendiri tidak memiliki latar belakang adat, dan begitu pula dengan ayah dan ibu saya tidak memiliki latar belakang adat. 

Masyarakat adat di Indonesia menyebut diri mereka "Masyarakat Adat". Mereka yang mengidentifikasi diri sebagai "Masyarakat Adat" memiliki sejarah penindasan khusus ini, baik di masa penjajahan maupun pasca-penjajahan. Mereka berusaha untuk mendapatkan kembali hak-hak, hak milik dan pengakuan mereka di Indonesia. Itu yang membedakannya dengan Saya, misalnya karena saya berasal dari banyak suku, tetapi saya tidak mengidentifikasi diri sebagai masyarakat adat karena saya tidak perlu berjuang untuk hak tanah ulayat atau memperjuangkan pengakuan saya dari pemerintah. Konsep identitas budaya sangat rumit di Indonesia. Kami memiliki lambang ini, Bhineka Tunggal Ika  tanpa peduli dari mana Anda berasal, suku apa pun, kami tetap satu. Itu pun bagi saya sangat rumit untuk mempelajari simbol ini.

 

Sam: Benar-benar sangat membuka mata, belajar bersama Afifah dan belajar dari Afifah, membandingkan dan mengkontraskan. Bahkan istilah keadatan pun memiliki perbedaan makna di kedua negara, dan juga dalam sejarah keduanya.

 

Nathan: Saya selalu menganggap menakjubkan mendengar berbagai cerita dari negara-negara lain dan mendengarkan pengalaman orang lain. Salah satu kawan saya orang Meksiko-Amerika, sekarang telah menjadi warga Australia, dan dia berkata bahwa di Meksiko dia dianggap sebagai orang kulit putih, di Amerika dia dianggap sebagai orang kulit coklat, dan di Australia dia dianggap layaknya turis. Di berbagai tempat yang ia kunjungi, dia diberikan identitas budaya baru. Di kampung halamannya di Meksiko, dia termasuk dalam orang-orang yang dianggap sebagai keturunan penjajah. Tapi ketika dia berada di Amerika, dia dianggap sebagai bagian dari kaum minoritas.

 

Sam: Terima kasih telah berbagi dengan kami, Nathan. Terima kasih sudah menyempatkan waktumu.

 

Nathan: Apakah semua yang tadi akan bermanfaat untuk proyek kalian?

 

Sam : Sangat bermanfaat.

 

Nathan: Saya senang bertemu kalian semua, dan saya akan senang untuk dihubungi lagi jika kalian membutuhkan sesuatu, atau dihubungi lewat email jika kalian memiliki pertanyaan singkat. Saya dengan senang hati akan membantu jika kalian punya pertanyaan seputar kearsipan atau sejenisnya. Saya akan senang untuk membantu kalian sebisa saya.

 

Sam: Saya sebenarnya punya pertanyaan mengenai transisi ke era digital dan bagaimana pengaruhnya terhadap misi dan praktik kearsipan, dan cara apa yang telah menciptakan kesempatan atau peluang yang terbatas, apa perubahan yang dimunculkan oleh lahirnya era digital pada lanskap kearsipan?

 

Nathan: Kemunculan era digital menciptakan banyak peluang, menciptakan lebih banyak titik akses. Salah satu masalah yang kami miliki, di Museum Australia misalnya, kami memiliki warisan budaya dari Northern Territory, dan ada hambatan geografis untuk mendapatkan akses ke koleksi-koleksi tersebut. Kemampuan untuk menempatkan benda tersebut secara online membantu orang terhubung dengannya. 

Masalah lain dengan hal tersebut adalah, tentu saja, Kekayaan Budaya dan Intelektual Masyarakat Adat. Jika kita menempatkan warisan budaya secara online, ia bisa diambil, disebarkan di tempat yang mungkin bukan miliknya, atau dalam beberapa kasus digunakan kembali untuk hal-hal tertentu. Saya tahu cerita seniman Aborigin yang karya seninya dicatut dan dibuat menjadi tikar di negara lain dan hal-hal semacam itu. 

Dalam beberapa hal internet telah merugikan, tetapi juga sangat mendemokratisasi. Orang-orang Aborigin, kami dapat berkumpul dan membuat suara kami lebih didengar melalui hal-hal seperti media sosial yang biasanya tidak dapat kami lakukan. Jika kami membuat karya video, kami sekarang memiliki YouTube dan Facebook untuk berbagi dengan banyak orang dan membuat cerita kami didengar. Meskipun kami masih dalam banyak hal, kami tidak bergantung pada organisasi penjaga gerbang, seperti perusahaan-perusahaan media besar atau lembaga-lembaga sejarah besar, yang sebagian besar dimiliki dan dikendalikan oleh orang-orang non-Aborigin. Kami harus membuktikan nilai-nilai kami kepada mereka sehingga mereka akan mengakomodasi kami. Sekarang, kita bisa membuat barang-barang kita sendiri di luar ruang-ruang tersebut. 

Hal yang keren juga adalah bahwa banyak pekerjaan digital yang tidak pernah bisa diselesaikan. Anda menyebut blog saya sebelumnya dan kadang-kadang saya melihat blog-blog itu sekarang, dan saya tahu itu mungkin bukan hal yang baik untuk dilakukan, tetapi kadang-kadang saya melihat mereka dan saya akan mengubah sebuah kata atau sesuatu seperti itu. Dan saya membuat postingan blog itu pada tahun 2014, tetapi saya akan mengubahnya sekarang. Ini keren karena ia bisa semacam terus hidup. Dan saya kira itu tantangan bagi seorang arsiparis karena arsiparis suka hal-hal yang tetap dalam keadaan yang sama selamanya. Itu bagian dari apa yang dilakukan arsip, pelestarian, tapi saya pikir hidup tidak dirancang seperti itu, segalanya terus-menerus berubah dan semuanya selalu dalam keadaan penciptaan, dalam keadaan berubah-ubah, jadi saya pikir itu hanyalah Dunia versus Arsip. Saya pikir ruang digital memungkinkan hal itu untuk terjadi lebih jauh.

 

Sam: Itu dinamika yang sangatlah menarik antara apa yang seorang arsiparis harus lakukan atau semestinya jaga, tapi juga harus menginterpretasikan ulang atau meng-update dari waktu ke waktu.

 

Nathan: Saya akan membagikan sebuah laman software arsip digital yang saya sukai. Namanya Mukurtu (https://mukurtu.org/). Software ini didesain secara khusus untuk arsip-arsip milik masyarakat Aborigin dan masyarakat Asli Amerika. Ia didesain untuk mengharuskan adanya izin dari komunitas adat sehingga komunitas-komunitas tersebut dapat mengontrol arsip-arsip tersebut. Ini software open source gratis, dan saya sangat menyukainya. Kusarankan jika kalian memeriksanya, ini salah satu jenis sistem yang dirancang untuk mendemokratisasi arsip, dan juga untuk memfasilitasi kontrol masyarakat asli terhadap arsip-arsip masyarakat Aborigin dan semacamnya. Jadi saya pikir ini keren.

 

Sam: Terdengar menakjubkan. Terima kasih banyak

 

Nathan: Terima kasih sudah mengizinkan saya hadir di sini.

 

Afifah: Ya, kami juga berterima kasih. Kami betul-betul senang karena anda sudah bersedia menyediakan waktu dan membagikan pengetahuan anda kepada kami.